Minggu, 13 Mei 2012

Abuyya Sayid Muhammad dan Sekularisme (?)

Berangkat dari sebuah cerita tentang kejadian yang menimpa Abuyya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
    Beliau adalah Ulama yang tinggal di Saudi tapi mengamalkan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Salafi atau Wahabi yang menjadi mayoritas atau bahkan satu-satunya ajaran yang diakui dan anut oleh pemerintah.
   Hal itu seperti Maulid, Tawassul, dan lain-lain, yang dianggap perbuatan Bid'ah dalam ajaran Salafi tersebut.
    Suatu ketika Abuyya dipanggil oleh penguasa saat itu dan disuruh mencabut dan meninggalkan pendapat-pendapat beliau tentang hal-hal Bid'ah tersebut. Bahkan diancam dibunuh kalau tidak menjalankan perintah itu.
Abuyya menurut cerita dari santri beliau menjawab dengan tegas dengan kalimat ini, :
"Anda tidak seharusnya mengurusi hal-hal seperti ini! Urusan Anda adalah bagaimana negara ini berjalan dengan baik. Masalah ini adalah urusan saya dengan Ulama-ulama itu (Salafi)."
    Dari sepenggal jawaban yang menyangkut ranah penguasa pemerintahan yang tidak mencakup masalah-masalah agama itulah implisit berarti Abuyya mengikuti konsep Sekularisme dalam kehidupan bernegara. Karena Beliau tidak setuju hal-hal agama ditangani oleh penguasa, dalam hal ini apa pun bentuk kekuasaannya; monarki seperti Saudi atau apalagi Republik seperti Indonesia.
    Dalam konteks Indonesia, dimungkinkan Abuyya tidak akan setuju kalau penguasa mengambil tindakan penyelesaian atas kasus-kasus keagamaan seperti Syi'ah atau bahkan Ahmadiyyah.
   Atau dimungkinkan Abuyyah berstandar ganda? Maksudnya tidak setuju penguasa mengurusi masalah Agama ketika Beliau minoritas tapi setuju bila Beliau mayoritas? Saya kira orang yang berpegang teguh seperti Beliau tidak akan seperti itu.
    Atau Beliau hanya akan melarang penguasa bertindak bila masalah agama itu hanya Khilafiyyah? Kemungkinan ini agak sulit karena batasan Khilafiyyah-Ushuliyyah akan menjadi rebutan kelompok-kelompok tertentu. Bisa dimungkinkan Salafi menganggap masalah Tawassul, Maulid adalah hal Ushuliyyah karena menyangkut Syirk.
     Kemungkinan besar Beliau tidak setuju dengan UU Indonesia no.5/1969 PNPS yang membahas penodaan dan penistaan agama yang diatur oleh penguasa/negara. Karena apabila UU tersebut berlaku di Saudi, beliau akan terjerat hukum itu. Dan penguasa yang memanggil Beliau saat itu bisa berdalih dengan UU tersebut dan tidak ada yang menyalahkan karena UU tersebut sudah ditetapkan dan judicial review tidak dikabulkan oleh MK.
Wallahu a'lam bishshowaab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Allah