Kamis, 17 Mei 2012

Membaca tulisan ttg Dalil Keharaman Homo Seksual

Masukan yang berhubungan dengan bagaimana menggali sebuah hukum dari teks undang-undang manapun akan bermanfaat, baik teks yang dianggap suci atau tidak.
Dasar hukum yang biasa dipakai secara berurutan akan saya bahas keraguannya mulai dari: Qur’an, Hadis, dan Ijma’.
A. Qur’an:
1.  Qur’an cerita tentang kaum Nabi Luth dalam surat A’raf ayat 81, surat Hud ayat 78, surat Al-Ankabut ayat 29, surat Asy-Syu’aro’ ayat 165-166, surat Al-Anbiya’ ayat 74.
2. Ayat-ayat yang menyuruh menjaga kemaluan kecuali untuk pasangan dan budaknya. Seperti surat Al-Mu’minun ayat 5-7.

3. Ayat yang melarang hal yang menjijikkan/jahat dan munkar (Khabaaits, homo dianggap jijjik) surat Al-A’rof ayat 157.
4. Ayat 15-16 surat An-Nisa’ yang berisi penjelasan laki-laki atau perempuan yang melakukan perbuatan cabul (fachisyah)yaitu dengan dipenjara rumah sampai meninggal bagi perempuan dan disakiti (iidza’) bagi laki-laki.
* Keraguan:
1. Ayat-ayat tentang kaum Luth berarti syariatnya belum tentu disyariatkan pada umat Muhammad. hal ini sebagaimana misalnya dijelaskan dalam buku Ibn Hazm ‘An-Nubadz fi Ushul al-Fiqh’ halaman 91-92.
2. Ayat itu tidak pasti menunjukkan tentang homoseksualitas. Karena kata azwaajihim plural dari zauj dalam ayat dalam bahasa Arab artinya pasangan, baik laki-laki atau perempuan. Bisa dilihat misalnya di  kamus Arab-indonesia, ‘Al-’Ashri’ halaman 1026.
3. Pengertian kata munkar dan khabaits, kemunkaran dan kejahatan/kejijikan dalam ayat terlalu luas untuk ditafsirkan ke homoseksualitas, sehingga penafsiran ke hal lain mungkin. Tafsir Al-Munir punya Prof. Dr. Wahbah Zuhaili misalnya menafsiri munkar dengan yang tidak sesuai dengan syariat dan kata khabaits dalam hal makanan. Karena kita sedang mencari hukum syariat berarti penafsiran munkar Wahbah pun tidak bisa dipakai agar tidak terjadi berputar (daur) dalam dalam mengambil arugumen.
4. Ayat tersebut menurut banyak ulama untuk pezina yang sudah dihapus hukumnya dengan ayat 2 surat An-Nur. Keterangan ini misalnya bisa dilihat di buku tafsir Wahbah, Al-Munir’.
B. Hadis
1. Hadis dari Abu Daud, Turmuzi, Ibn Majah, Ahmad bin Hambal, Al Hakim, dan Baihaqi, ‘Orang yang kalian temui melakukan berbuatan kaum Luth, bunuhlah subyek dan obyeknya.’ Hadis ini dari Ibn ‘Abbas dan Abu Hurairoh.
* Keraguan
1. Hadis tersebut yang dari jalur Abu Hurairoh lemah dan tidak ada yang menshahihkan, bahkan lebih lemah dari jalur Ibn Abbas, karena masih ada yang meshahihkan seperti Al-Hakim dan Syaikh Albani dalam bukunya Shahih al Jami dan Irwaul Ghalil. Meskipun begitu, sanad yang dishahihkan oleh ke-2-nya adalah sanad yang sama yang didlaifkan oleh diantaranya: Imam Bukhori, Nasai, Abu Daud, Adz-dzahabi, dan Ibn Ma’in.
Bisa dilihat secara lebih detail di 3 buku ini: a- Talkhisul Habir jilid 4 halaman 54, b- Nashbur-Royah jilid 3 halaman 339, dan c- Dzakhirotul-Huffaz jilid 4 halaman 2430.
Hadis lain tentang penjelasan hal serupa lebih dlaif dari sanad ini. Dan perlu diingat bahwa tidak ada riwayat bahwa Nabi pernah menghukum Homoseksualitas, meski dalam hadis ini ada ucapan beliau dalam keadaan sanad diatas, yakni banyak yang mengatakan dlaif.
C. Ijma’
- Ijma’ Sahabat atas dibunuhnya pelaku Gay/homo laki-laki dibunuh kalau ada saksi 4 diceritakan oleh Ibn Qudamah dalam Al Mughni dan Ibn al-Qoyyim dalam Al-Jawab al Kafi, dan buku Mausu’atul Ijma’ fi Al-Fiqhi al Islami punya Sa’d Abu Jib halaman 1012 mengutip dari Fathul Bari dan 2 buku tadi.
- Ittifaq atas gay cowok sebagai dosa besar dan Ittifaq atas lesbi sebagai hal yang Haram, dan Ittifaq bahwa 2 hal itu tidak ada Had/hukuman pastinya di buku Al-Iqna’ fi Masail Ijma’ halaman 253 jilid 2 milik Al-Imam al-Hafiz Abul Hasan ibn Al-Qaththan.
* Keraguan
- Klaim Ijma’ Sahabat atas dibunuhnya Gay diragukan untuk dilanggar dari beberapa sudut:
a- Ijma’ Sahabat sebenarnya tidak mungkin diketahui/terjadi karena Sahabat meliputi Jin juga (lihat An-Nubadz fi Ushul al-Fiqh milik Ibn Hazm dan catatan kaki halaman 28 yang merupakan kutipan dari Ibn Hajar dan Syaukani), yang tidak dikabarkan pendapat mereka. (kritikan ini disampaikan juga oleh Kamal Haidari dalam kajian tentang Sahabat di Youtube)
b- Ibn Taimiyah dalam Mausu’atul Ijma’ dikumpulkan oleh Abdullah bin Mubarok al-Bushi halaman 566 menggunakan kata Ittifaq Sahabat, bukan Ijma’, yang berarti lebih rendah tinggkatannya dari pada Ijma’. Keterangan tentang istilah ini bisa dilihat di Al-Iqna’ jilid 1 halaman 11 dan Muqoddimah dari Mausu’atul Ijma’ oleh Abdullah bin Mubarok halaman 12-22.
c- Klaim Ijma’ Sahabat atas hukum bunuh dibatalkan oleh klaim Ittifaq tidak ada Had.
d- Klaim Ijma’ Sahabat atas bunuh juga batal atas Abu Hanifah yang berpendapat bahwa hukumannya hanya ta’zir seperti dijelaskan di buku Al Fiqhu al Islami milik Wahbah Zuhaili.
e- Imam Syaukani berpendapat bahwa Ijma’ tidak pernah terjadi. Dan siapa pelaku Ijma’ tidak disepakati terutama antara Sunni dan Syi’ah yang mengharuskan pengakuan Imam atas pendapat yang diijma’kan.
Kesimpulan saya atas keraguan-keraguan diatas:
A. Teks ayat tidak ada yang jelas/sharih/qoth’iyyat menunjuk pelarangan Homo pada Umat Muhammad.
B. - Hadis kurang kuat untuk membuat hukum bunuh karena dlaif atau ke-sahihannya tidak disepakati. Karena itu yang tidak menghukum bunuh punya dalih.- Untuk mengharamkan pun begitu bahkan lebih lemah karena pengharamannya berupa pemahaman tidak langsung dari teks hadis.
C. - Ijma’ Sahabat atas hukum bunuh batal karena ada Ittifaq tidak ada Had. - Ittifaq / Ijma’ Ahl Ilm atas dosa/haramnya, sebenarnya menyiratkan ada pendapat yang lain karena penggunaan kata Ittifaq dan Ahl Ilm itu. sebagaimana dilihat dari kode etik penggunaan istilah-istilah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Allah