Masukan yang berhubungan dengan bagaimana
menggali sebuah hukum dari teks undang-undang manapun akan bermanfaat,
baik teks yang dianggap suci atau tidak.
Dasar hukum yang biasa dipakai secara berurutan akan saya bahas keraguannya mulai dari: Qur’an, Hadis, dan Ijma’.
A. Qur’an:
1. Qur’an cerita tentang kaum Nabi Luth
dalam surat A’raf ayat 81, surat Hud ayat 78, surat Al-Ankabut ayat 29,
surat Asy-Syu’aro’ ayat 165-166, surat Al-Anbiya’ ayat 74.
2. Ayat-ayat yang menyuruh menjaga kemaluan kecuali untuk pasangan dan budaknya. Seperti surat Al-Mu’minun ayat 5-7.
3. Ayat yang melarang hal yang menjijikkan/jahat dan munkar (Khabaaits, homo dianggap jijjik) surat Al-A’rof ayat 157.
4. Ayat 15-16 surat An-Nisa’ yang berisi penjelasan laki-laki atau perempuan yang melakukan perbuatan cabul (fachisyah)yaitu dengan dipenjara rumah sampai meninggal bagi perempuan dan disakiti (iidza’) bagi laki-laki.
* Keraguan:
1. Ayat-ayat tentang kaum Luth berarti
syariatnya belum tentu disyariatkan pada umat Muhammad. hal ini
sebagaimana misalnya dijelaskan dalam buku Ibn Hazm ‘An-Nubadz fi Ushul
al-Fiqh’ halaman 91-92.
2. Ayat itu tidak pasti menunjukkan tentang homoseksualitas. Karena kata azwaajihim plural dari zauj
dalam ayat dalam bahasa Arab artinya pasangan, baik laki-laki atau
perempuan. Bisa dilihat misalnya di kamus Arab-indonesia, ‘Al-’Ashri’
halaman 1026.
3. Pengertian kata munkar dan khabaits,
kemunkaran dan kejahatan/kejijikan dalam ayat terlalu luas untuk
ditafsirkan ke homoseksualitas, sehingga penafsiran ke hal lain mungkin.
Tafsir Al-Munir punya Prof. Dr. Wahbah Zuhaili misalnya menafsiri munkar dengan yang tidak sesuai dengan syariat dan kata khabaits dalam hal makanan. Karena kita sedang mencari hukum syariat berarti penafsiran munkar Wahbah pun tidak bisa dipakai agar tidak terjadi berputar (daur) dalam dalam mengambil arugumen.
4. Ayat tersebut menurut banyak ulama untuk
pezina yang sudah dihapus hukumnya dengan ayat 2 surat An-Nur.
Keterangan ini misalnya bisa dilihat di buku tafsir Wahbah, Al-Munir’.
B. Hadis
1. Hadis dari Abu Daud, Turmuzi, Ibn Majah, Ahmad bin Hambal, Al Hakim, dan Baihaqi, ‘Orang yang kalian temui melakukan berbuatan kaum Luth, bunuhlah subyek dan obyeknya.’ Hadis ini dari Ibn ‘Abbas dan Abu Hurairoh.
* Keraguan
1. Hadis tersebut yang dari jalur Abu
Hurairoh lemah dan tidak ada yang menshahihkan, bahkan lebih lemah dari
jalur Ibn Abbas, karena masih ada yang meshahihkan seperti Al-Hakim dan
Syaikh Albani dalam bukunya Shahih al Jami dan Irwaul Ghalil. Meskipun
begitu, sanad yang dishahihkan oleh ke-2-nya adalah sanad yang sama yang
didlaifkan oleh diantaranya: Imam Bukhori, Nasai, Abu Daud,
Adz-dzahabi, dan Ibn Ma’in.
Bisa dilihat secara lebih detail di 3 buku
ini: a- Talkhisul Habir jilid 4 halaman 54, b- Nashbur-Royah jilid 3
halaman 339, dan c- Dzakhirotul-Huffaz jilid 4 halaman 2430.
Hadis lain tentang penjelasan hal serupa
lebih dlaif dari sanad ini. Dan perlu diingat bahwa tidak ada riwayat
bahwa Nabi pernah menghukum Homoseksualitas, meski dalam hadis ini ada
ucapan beliau dalam keadaan sanad diatas, yakni banyak yang mengatakan
dlaif.
C. Ijma’
- Ijma’ Sahabat atas dibunuhnya pelaku
Gay/homo laki-laki dibunuh kalau ada saksi 4 diceritakan oleh Ibn
Qudamah dalam Al Mughni dan Ibn al-Qoyyim dalam Al-Jawab al Kafi, dan
buku Mausu’atul Ijma’ fi Al-Fiqhi al Islami punya Sa’d Abu Jib halaman
1012 mengutip dari Fathul Bari dan 2 buku tadi.
- Ittifaq atas gay cowok sebagai dosa besar
dan Ittifaq atas lesbi sebagai hal yang Haram, dan Ittifaq bahwa 2 hal
itu tidak ada Had/hukuman pastinya di buku Al-Iqna’ fi Masail Ijma’
halaman 253 jilid 2 milik Al-Imam al-Hafiz Abul Hasan ibn Al-Qaththan.
* Keraguan
- Klaim Ijma’ Sahabat atas dibunuhnya Gay diragukan untuk dilanggar dari beberapa sudut:
a- Ijma’ Sahabat sebenarnya tidak mungkin
diketahui/terjadi karena Sahabat meliputi Jin juga (lihat An-Nubadz fi
Ushul al-Fiqh milik Ibn Hazm dan catatan kaki halaman 28 yang merupakan
kutipan dari Ibn Hajar dan Syaukani), yang tidak dikabarkan pendapat
mereka. (kritikan ini disampaikan juga oleh Kamal Haidari dalam kajian
tentang Sahabat di Youtube)
b- Ibn Taimiyah dalam Mausu’atul Ijma’
dikumpulkan oleh Abdullah bin Mubarok al-Bushi halaman 566 menggunakan
kata Ittifaq Sahabat, bukan Ijma’, yang berarti lebih rendah
tinggkatannya dari pada Ijma’. Keterangan tentang istilah ini bisa
dilihat di Al-Iqna’ jilid 1 halaman 11 dan Muqoddimah dari Mausu’atul
Ijma’ oleh Abdullah bin Mubarok halaman 12-22.
c- Klaim Ijma’ Sahabat atas hukum bunuh dibatalkan oleh klaim Ittifaq tidak ada Had.
d- Klaim Ijma’ Sahabat atas bunuh juga batal atas Abu Hanifah yang berpendapat bahwa hukumannya hanya ta’zir seperti dijelaskan di buku Al Fiqhu al Islami milik Wahbah Zuhaili.
e- Imam Syaukani berpendapat bahwa Ijma’
tidak pernah terjadi. Dan siapa pelaku Ijma’ tidak disepakati terutama
antara Sunni dan Syi’ah yang mengharuskan pengakuan Imam atas pendapat
yang diijma’kan.
Kesimpulan saya atas keraguan-keraguan diatas:
A. Teks ayat tidak ada yang jelas/sharih/qoth’iyyat menunjuk pelarangan Homo pada Umat Muhammad.
B. - Hadis kurang kuat
untuk membuat hukum bunuh karena dlaif atau ke-sahihannya tidak
disepakati. Karena itu yang tidak menghukum bunuh punya dalih.- Untuk
mengharamkan pun begitu bahkan lebih lemah karena pengharamannya berupa
pemahaman tidak langsung dari teks hadis.
C. - Ijma’ Sahabat atas
hukum bunuh batal karena ada Ittifaq tidak ada Had. - Ittifaq / Ijma’
Ahl Ilm atas dosa/haramnya, sebenarnya menyiratkan ada pendapat yang
lain karena penggunaan kata Ittifaq dan Ahl Ilm itu. sebagaimana dilihat
dari kode etik penggunaan istilah-istilah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar